Kaos Distro – Kerja Keras Adalah Harga Mati Seorang

KERJA KERAS: HARGA MATI KALAU MAU SUKSES

Kaos Distro – Kerja keras itu memaksakandiri tetap bekerja walaupun badan sudah lelah, kerja keras itu memaksakan diri untuk masih terus terjaga meskipun mata sudah terasa berat, kerja keras itu memaksa tetap lanjut walaupun sudah merasa bosan, kerja keras itu tidak megenal kata lelah dan menyerah.
Kaos Distro - Kerja Keras Adalah Harga Mati Seorang
Kaos Distro – Kerja Keras Adalah Harga Mati Seorang
Hari itu adalah hari kedua, minggu pertama, semester pertama (autumn), tahun akademik baru 2013/14 di Universitas Nottingham. Jam 9 pagi, yang terasa masih sangat pagi karena di musim autumn, saya ikut kuliah Analisa Algoritma dan Struktur Data yang diajar oleh dosen pembimbing PhD saya. Ini adalah mata kuliah paling seram dan horor menurut saya. Karena dari sejak jaman kuliah S1 sampai sekarang saya ndak mudeng-mudeng dengan mata kuliah ini. Entah mata kuliah nya yang teramat susah, atau otak saya yang teramat bodoh. Kuliah ini diikuti sekitar 200 mahasiswa di sebuah teater yang sangat luas dan nyaman seperti bioskop. Dan dari sekian banyak mahasiswa itu, saya hanya melihat 4 mahasiswi. Sebuah kelas yang sangat maskulin dan macho sekali. Mungkin karena mata kuliah ini membutuhkan ketajaman berfikir logis, sehingga tidak dinimati perempuan. Konon katanya perempuan lebih banyak bekerja dengan perasaan dari pada pikiran mereka.
Setelah kuliah yang hanya 50 menit itu, saya menemani seorang mahasiswa baru dari Indonesia yang sedang mengambil master dalam bidang kebijakan publik pergi ke perpustakaan George Green, salah satu dari banyak perpustakaan Universitas Nottingham. Sambil menunggu sang teman menyelesaikan urusanya, saya mencari-cari buku tentang decision theory. Tak lama setalah nungging-nungging di antara rak-rak buku yang jumlahnya ribuan itu, saya menemukan 3 buku yang saya cari. Untuk membaca buku-buku tersebut, saya mojok di zona belajar yang berada dalam perpustakaan. Terdapat deretan meja dan kursi yang dikondisikan sunyi senyap khusus untuk membaca, bukan tempat untuk berdiskusi. Meskipun masih minggu pertama, rupanya tempat itu sudah penuh dengan mahasiswa yang sedang belajar. Untuk masih ada satu kursi tersisa di pojok paling belakang.
Tepat di depan saya, yang hanya berjarak 1 meter berhadapan saya, duduk seorang mahasiswi cina yang sedang asyik dengan buku tebalnya. Dari buku yang sedang dia baca, sepertinya dia mahasiswi jurusan teknik kimia. Badanya gemuk, pipinya cubby kayak bakpao. Kacamatanya lebar dan bulat, dengan frame tebal warna hitam. Rambutnya pendek, dengan bando warna hitam dipakai tepat diatas kepalanya. Wajahnya sekilas kayak cewek culun binti nerd binti genius. Dia terlihat sedang membuat catatan-catatan dengan pena dan penggaris di atas buku catatan nya dari buku tebal yang sedang dia baca. Meskipun, baru hari kedua di minggu pertama kuliah, sepertinya dia sudah berada di halaman-halaman terakhir dari buku tersebut. Saya jadi memperhatikan mahasiswi itu, ketimbang membaca buku yang akan saya baca.
Kaos Distro – Mahasiswi tersebut mengingatkan saya pada cerita Prof. Yohanes surya ketika beliau sedang menyelesaikan S3 nya di Amerika. Beliau yang merasa sudah sangat bekerja keras dan mengaku hanya tidur maksimal 3 jam perhari ketika belajar di amerika itu ternyata masih ada yang bekerja lebih keras, yaitu mahasiswa-mahasiswa Cina. Diceritakan sama Prof Yohanes, setiap jam 11 malam ketika beliau mau pulang meninggalkan perpustakaan, mahasiswa-mahasiswa cina itu masih berada disitu. Dan setiap jam 7 pagi, ketika beliau datang di perpustakaan, mahasiswa-mahasiswa cina itu sudah berada duluan di tempat itu.
Dari buku novel Habibie dan Ainun, saya juga tahu ternyata Habibie yang genius itu juga sangat-sangat bekerja keras ketika menyelesaikan kuliah S3 nya. Berangkat pagi-pagi, pulang telah larut malam, hingga hanya satu sampai dua jam saja beliau tidur. Bahkan harus mengorbankan waktu untuk istri dan anak-anak beliau. Mahasiswi Cina, Prof. Yohanes, dan Habibie menyadarkan saya bahwa tidak ada kesuksesan besar yang murah. Semuanya harus dibayar dengan harga yang sangat-sangat mahal dengan kerja yang sangat-sangat keras.
Betapa malunya saya, yang tidak sepintar Prof. Yohanes, dan Habibie, masih juga malas-malasan. Jangankan tidur hanya 3 jam, sudah tidur sehari 6-8 jam saja, rasanya masih ogah-ogahan untuk bekerja keras. Ya, Allah. Saya berjanji, mulai detik ini saya berjanji untuk bekerja keras. Kerja keras itu memaksakandiri tetap bekerja walaupun badan sudah lelah, kerja keras itu memaksakan diri untuk masih terus terjaga meskipun mata sudah terasa berat, kerja keras itu memaksa tetap lanjut walaupun sudah merasa bosan, kerja keras itu tidak megenal kata lelah dan menyerah.
Post a Comment (0)
Previous Post Next Post